Decluttering Day 1: Yes, it happens, and no, Marie Kondo isn't always right.

 


Saya benar-benar berniat untuk decluttering hari ini, untuk itu serangkaian persiapan saya lakukan dan memulai perjalanan ini sejak pukul delapan.. malam.

Jangan buru-buru menuduh saya sebagai true procrastinator because I am, karena saya punya alasan kenapa baru mulai selarut ini. (o yeah. A true procrastinator always have the perfect excuses for why they're not doing what they should be doing). 

Anyway,,


Jika memang kamu dimaksudkan untuk melakukan sesuatu, maka semesta akan berkonspirasi untuk mengarahkanmu ke jalan yang harus kamu tempuh itu. Niat saya untuk membenahi clutter, (clutter ki Boso Indonesane opo e..) sudah ada sejak awal Bulan Desember saat mulai merencanakan ajuan cuti tahunan. Saat itu cuti saya semua akan dipakai untuk mengurusi segala keperluan Eyang dan Mama (yang juga untuk urus Eyang). Mulai dari jemput ke bandara, istirahat di Bogor, antar ke Pamanukan, dan rute sebaliknya. Saya hitung-hitung itu semua hanya membutuhkan waktu enam hari karena ada tambahan supply cuti bersama dan tanggal merah. Artinya, masih ada sisa empat hari sebelum jatah cuti tahun 2020 ini hangus. Jatah itu memang saya niatkan untuk dua hal; kalau bukan decluttering, ya ke Bandung, jualin juice ke temen-temen di Bandung sekalian belanja bahan untuk my baby business ke dua.


Tapi rupanya decluttering lebih utama, karena teman yang saya ajak ke Bandung, sampai hari inipun belum mengkonfirmasi apakah dia bisa datang dalam waktu dekat ini atau tidak. Ditambah lagi beberapa hari lalu seorang rekan dengan baik sekali memberikan saya sebuah buku, yang artinya, buku itu harus saya sediakan 'rumah' untuk dia bernaung. Rak buku saya sudah penuh, (sayang, saya lupa mengambil gambar kondisi rak buku sebelum declutter), jadi saya memang harus mengeluarkan minimal satu buku untuk memberi ruang pada si buku baru ini. Yang kalau dilihat sekilas sih memang bukan pilihan mudah, karena buku yang terpampang di rak saat ini memang buku-buku pilihan sejak terakhir kali saya decluttering empat tahun lalu. Makanya saya harus praktekkan metode Kon Mari, yang mengeluarkan semua benda per kategori, mengumpulkannya dalam satu titik, dan mulai discarding. Hanya dengan begitu saya jadi tahu bahwa ternyata lima puluh persen dari buku-buku itu, sebetulnya sudah tidak diinginkan lagi. Hanya disimpan sebatas untuk memenuhi ego, untuk menunjukkan nih, gue ni orangnya kayak gini, baca bukunya buku marketing sama business development. 



Oya, saya memang mulai proses ini dari buku terlebih dahulu. Makanya saya bilang: Marie Kondo isn't always right. Karena kalau ajaran beliau, proses ini harus dimulai dari pakaian karena pakaian adalah benda-benda terbanyak dan termudah untuk dipilah. Untuk saya pribadi yang sudah pernah decluttering sebelumnya, pakaian sudah terlalu banyak mendapat perhatian. Akibatnya, saya jadi lebih sering memperhatikan jumlah pakaian dan sudah kehabisan energi untuk benda-benda lain. Tanpa disadari, justru benda kecil-kecil seperti souvenir pernikahan, barang elektronik, dan berbagai macam yang kecil-kecil itu jadi tertumpuk banyak dan merajalela. Ada yang memang ditaruh di laci-laci khusus, ada yang di meja, bahkan di rak buku. 


Maka, bagi saya, decluttering sudah sepatutnya dirayakan sebagai event spesial yang butuh perencanaan untuk melakukannya. Tapi bukan berarti kamu harus menyelesaikan semua kategori sekaligus. Proses ini harus dikembalikan ke kebutuhanmu. Untuk yang baru pertama kali melakukan decluttering, ya memang harus dimulai dengan langkah-langkah yang diajarkan Marie Kondo. Tapi selanjutnya, declutter lah sesuai kebutuhan. Karena dengan begitu kamu jadi punya waktu yang leluasa, untuk menelaah kembali benda-benda yang ingin kamu simpan. Karena boleh jadi, di dalamnya mengandung petunjuk-petunjuk yang kamu butuhkan.


Lagipula, motivasi seseorang melakukan declutter tuh buat apa sih? Kalau sekedar beres-beres saja, ya boleh juga. Tapi mestinya harus ada alasan yang lebih dalam lagi dari itu. Mungkin untuk menemukan tujuan, atau untuk menemukan keyakinan atas pilihan yang sedang terbentang. Mungkin ingin mendefinisikan ulang jenis hidup ke depannya.. in the end, life is about series of choices. Decluttering adalah melatih diri mengambil pilihan demi pilihan, untuk menyimpan atau merelakan pergi pada benda-benda yang sudah lama sekali melekat pada kehidupan kita. Ini adalah sebuah dialog dalam diri, yang boleh jadi akan membuka pintu pada kemungkinan-kemungkinan lain dalam hidup yang kita tidak duga.


Untuk itu, saya tidak menyarankan supaya decluttering secara rutin. Marie Kondo benar dalam hal ini, bukan proses tidying-up nya yang penting, tapi menjaga supaya tidak rebound. Inilah momentum untuk menghilangkan kebiasaan lama, dan membentuk kebiasaan baru. Hanya dengan mengubah kebiasaan saja lah kita bisa mengubah hidup kita.


Sebelum decluttering, sudah seharusnya seseorang itu punya visual untuk nanti ke depannya ingin seperti apa. Kalau versi Marie Kondo, jenis hidup yang seperti apa yang ingin kita jalani. Dan itu di definisikan secara mendalam. Misal, ingin hidup feminin, dengan bath tub dan ruang yang cukup untuk menaruh diffuser dan baca buku. Kenapa ingin punya bath tub? Karena ingin rileks. Kenapa ingin rileks? Karena ingin menyiapkan energi supaya siap bekerja keesokan hari, dan seterusnya. Bagian ini ada di buku the life-changing magic of tidying up nya Marie Kondo. 


Kalau belum bisa sedalam itu, tidak apa-apa juga. Menurut saya, tidak perlu terlalu harus memaksakan diri mengikuti kata buku, apalagi jika belum berpengalaman decluttering sebelumnya. Tapi minimal sudah tahu bahwa nanti peletakan benda-benda ini akan seperti apa. Saya sendiri memulai dengan buku, dan tujuan saya adalah mengosongkan minimal satu ruang dalam kotak-kotak rak itu, untuk nanti saya letakkan mesin kopi. Karena meja yang saya punya sekarang terlalu sempit dengan adanya mesin kopi, juicer, blender, dan mixer di sana. Saya belum punya tempat penyimpanan lain, dan belum juga mau membelinya karena pelit belum butuh. 


Karena ini adalah special event, maka sebaiknya memang kamu harus bebas dari gangguan. Beruntung dan bersyukurlah bagi yang masih tinggal sendirian. Namun jika kamu punya keluarga atau tinggal bersama orang tua, bahkan Marie Kondo pun tidak mengijinkan keluargamu untuk melihat benda-benda apa saja yang akan kamu buang atau donasikan. Karena mereka akan cenderung sayang dan mengambil lagi benda-benda itu, walau sebetulnya tidak akan pernah dipakai juga.


Gangguan di sini juga berarti suara-suara lain selain suara batinmu. Ya, musik, podcast, hentikan dulu. Awalnya saya tidak percaya, karena saya pikir masih baik-baik saja empat puluh menit pertama decluttering sambil dengerin ceramah Aa Gym. (Saya lagi suka dengerin ceramah Aa Gym belakangan ini entah kenapa, padahal dulu paling ga suka sekali sama beliau, sejak skandal itu. Saya pikir orang ini superficial sekali, tapi ternyata sekarang malah ceramahnya yang saya suka. Karena tidak terlalu deep, tapi sangat ngena. Kalau saya biasanya dengerin Nouman Ali Khan yang benar-benar menguras isi otak, menyelami makna kata per kata dengan the origin of the words and its historical background, bersama Aa Gym saya hanya mendengarkan berulang-ulang tentang betapa rumitnya hidup jika terus menerus berharap pada manusia. Pesan-pesan beliau selalu sederhana, tapi hal sederhana itulah yang kadang luput kalau terlalu sering menelaah hal-hal kompleks. Complexity in simplicity, remember?)

 

Decluttering adalah proses berbincang dengan diri sendiri, mematikan suara-suara lain tujuannya supaya perbincanganmu dengan dirimu sendiri itu lebih bisa terfokus dan terkonsentrasi. Karena dalam perjalanannya, akan ada banyak sekali distraksi yang membuatmu lelah dan ingin berhenti. Kamu harus selalu fokus, keep it or leave it karena pilihannya hanya dua itu. Saya pun malam ini hanya bisa berhenti di keep it or.. maybe I should sleeping on it first before I make another decision for the rest of the books. Ada buku-buku yang langsung tanpa sungkan saya masukkan ke kotak donasi, tapi ada juga yang masih saya sisihkan. Yang disisihkan ini kebanyakan adalah buku-buku pemberian, belum selesai dibaca, tapi saya tahu kalau nanti selesai dibaca pun mungkin akan saya berikan ke orang juga. Dalam section Books to Keep  di bukunya Marie Kondo, sudah jelas bahwa that someday --waktu yang kita pikir akan ada untuk membaca buku-buku yang tidak dibuang/didonasikan-- will never exist. "The moment you first encounter a particular book is the right time to read it". Tapi saya mungkin belum bisa se-ekstrim itu. Maka saya tekankan sekali lagi, proses ini adalah proses perjalananmu sendiri. Kamu yang paling tahu dirimu, dan tujuanmu. Jika live a life with no regret adalah salah satu tujuanmu, maka jangan terburu-buru mengambil keputusan. Impulsive itu datangnya dari setan. Ambil waktu jika kamu perlu waktu untuk menimbang, apalagi kalau kamu memang masih punya banyak ruang untuk menyimpan buku-buku itu secara sementara, sampai kamu baca dan selesaikan. Said a master of procrastination. 

***

Pagi tadi saya memang bangun dengan antusias, sampai saya melihat sebentuk lingkaran coklat samar di sprei yang saya tiduri. Seketika itu juga saya lemas, dan kesal pada diri sendiri (juga didukung oleh mood menstruasi yang selalu bikin mudah kesal atau sedih). Ya, tamu yang ditunggu yang bikin sakit berkepanjangan akhirnya datang juga kemarin malam. Saat itu juga saya langsung segar bugar, menyelesaikan setrikaan, memberesi rumah, nyapu ngepel sampai pukul sepuluh malam.


Ternyata kalau PMS nya jahat, aliran darah yang keluarnya juga jahat. Saya sampai kesal sendiri melihat lingkaran yang menodai sprei willow tree green polos itu. Ini rasanya seperti waktu masih SMP lagi. Saat semua teman sudah pamer mereka mencoba-coba merk pembalut, saya masih belum haid. Saat mereka sudah pamer dengan miniset (bahkan ada yang sudah pakai bra) yang sengaja dilihat-lihatkan karena seragam sekolah itu tipis sekali dan bisa mengukir indah garis miniset atau bra, saya masih pakai kaos kutang. Sekarang, saat teman-teman sudah bisa pakai menstrual cup atau tampon, saya masih pake menstrual pad. Itupun, masa masih tembus juga, kayak abege SMA. (Mana semalam out of the blue Basa tiba-tiba nanya apa ku tahu dan pernah pake tampon, yang kujawab, tahu dari film-film, tapi ga pernah pake). Ya iyalah.


Saya selalu bilang bahwa saya terbiasa menjalani timing saya sendiri, tapi sekarang baru saya sadar, kok ya saya selalu ketinggalan.. 😅. Tapi gapapa. Karena saya tahu Allah sayang sama saya, dan ini adalah cara kami bermesraan, berdua dulu, saling mengenal, biar nanti pegangannya kuat. Badai rumah tangga kan dahsyat ya, angin musim Barat Raijua saja ga ada apa-apanya.


Itulah kenapa saya tidak langsung decluttering paginya, karena setelah bikin sarapan, cuci baju, cuci sprei (untung spreinya bahan yang agak premium jadi cuma dipakein sabun batang sebentar saja langsung hilang nodanya), dan baru selesai jam sebelas. Setelah itu, saya mandi, as it turns out, I spent an hour in the bathroom. Keluar dari kamar mandi, sudah jam makan siang, dan scroll go-food tiga puluh menit tidak membuahkan hasil. Akhirnya ke dapur, bikin ketoprak karena punya semua bahannya. But at least, I drew a map siang tadi untuk merencanakan proses decluttering hari ini.

O yeah baby, when I'm about to do something, my first step is always read books, and my second step is always draw a map. I love drawing a map. Even though it's not drawing per se, but I love doing the arrows and scattered plan.



Setelah itu saya baca buku di teras, sambil ditemani hujan tipis yang tipis sekali. Lalu take a quick nap, which I always do. Hampir setiap hari saya lakukan tidur siang singkat, 15-30 minutes top because I have to work, my conscience wakes me up. But today, since she knows that I'm on leave.. instead of 30 minutes, I took one hour nap. Bangun-bangun sakit kepala, karena tidur kelamaan. Nyeduh kunyit pake madu pun tidak membantu. Makan malam junkfood via gofood lalu minum obat, baru membantu. Itu juga yang akhirnya menggerakkan saya untuk declutter malam ini, karena habis minum obat baiknya bergerak. Kalau diem duduk apalagi tidur terus, sakit kepalanya gak akan hilang. 


Menstruasi memang peer. Saya jadi sering sakit kepala karenanya, oleh emosi yang mudah nangis mudah sedih. Nonton Tonight Show, bagian cita-cita hari tua aja saya nangis. Denger bintang tamu pingin ngajak mamanya umroh aja saya nangis. Menstruasi emang peer, tapi saat sedang menstruasi jugalah saat paling tepat untuk kamu declutter. Saya sih sangat sarankan decluttering saat menstruasi. Karena waktunya jadi lebih leluasa.

***

Diffusing malam ini, RC dan Grapefruit. Hampir minum obat karena pilek bersin gak berhenti, sampai baru ingat kalau masih punya oil RC. 

Salah satu efek decluttering bagi saya adalah pilek. Debu adalah musuh terbesar, dan karenanya saya jarang sekali membersihkan debu-debu di rak buku. Kami musuhan sudah sejak lama, dan sepertinya jaman di mana saya bisa decluttering pakai masker sensi dan sarung tangan plastik sekali pakai itu seperti sudah dulu sekali padahal baru 2019 terakhir. Saya punya masker sekotak, untuk beres-beres rumah. Bahkan bersihin kamar mandi pun selalu pakai masker dan sarung tangan. Namun sejak pandemi, kebiasaan itu saya hentikan. Kaget ya harganya waktu itu sampai dua ratus-tiga ratus ribu sekotak. Jadi punya saya yang tinggal seperempatnya itu dihemat habis-habisan. Gak lagi pakai masker untuk beres-beres. Seperti malam ini. Efeknya jadi pilek berat, sampai harus matikan AC dulu baru berhenti bersinnya.


***

Bogor, 12 Januari 2020 (tapi di post nya ternyata sudah 12.19 AM di 13 Januari)


Comments

Popular posts from this blog

June!! (Again)

Warteg Anugerah

Something to Look Forward to