Posts

Showing posts from September, 2017

Accessing Microcosmic

Image
Sebuah artikel pernah menyatakan bahwa teknologi paling mutakhir di masa depan bukanlah dunia digital dan mesin seperti sekarang, melainkan kemampuan internal manusia. Oke, sebentar. Sebelum saya jelaskan apa maksudnya, ada baiknya kita tengok sebentar teori ini: Bumi itu bulat, dan semua orang percaya bahwa pergerakan bumi pun membentuk lingkaran. Oval, round, you name it. ( This discussion is excluding flat earth believers) karenanya apa yang ada di seisi bumi, pun bergerak melingkar bahkan hingga partikel terkecil seperti atom dan inti atom. Tidak terkecuali bagi perubahan jaman. Berputar, mengeliling, hingga akhirnya kembali ke titik semula. Yang bisa jadi, adalah; ketiadaan. Teori ilmiah bukan untuk dibuktikan, seperti kata Dr Percy Seymour dalam bukunya yang mengatakan bahwa " one extremely important aspect of the scientific approach which is known to all scientists, but may not be so well known to nonscientists , is that there is no such thing as scientific proof. One

Changing

Image
Ada hujan di penghujung pekan. Bersama wangi rempah memanjakan. Lengkap sudah perjalanan, yang akan memulai sekelumit cerita perubahan. Ya, orang akan terus menerus berubah. Tak akan berhenti hingga ajal menyapa. Terimakasih karena telah mengenal saya yang biasa, yang dulu senang bercengkrama dan bercanda tawa. Seorang kawan lama datang membawa cerita. Maaf, bisiknya pelan. Pada satu kesalahan yang sejatinya sudah saya tutup rapat. Yang lalu sudah saya anggap gelap. Tertutup bersama rasa malu dan bersalah. Berkaca pada setiap orang yang saya jumpa, yang berlalu lalang seolah menampilkan kolase diri saya selama ini. Ingin menolak namun sudah terlanjur. Untuk itu saya memilih tuk menghapus semua memori, dengan membuat satu cerita baru. Baru dan utuh. Yang saya ingat hanya satu: Mereka ada saat itu. Menemani malam-malam gamang yang penuh tangis sendu. Begitu rapuh. Begitu pilu. Sudah saya tutup itu semua. Saya ingin berterimakasih pada semua yang pernah ada, Menemani,

Sesuatu tentang Sore

Image
Matahari bersinar kekuningan. Semakin menua, semakin lembut cahayanya. Mendekati garis batas satu putaran bumi mengelilinginya, semakin indah saja pemandangan yang dipamerkan. Kilau keemasan menyiram lereng-lereng bukit yang telah ditanami berbagai tanaman. Padi, cabai, tomat, bawang, ditutupi mulsa perak yang memantulkan indah cahaya jingga. Air sungai mengalir tak mau kalah. Memamerkan gemerlap pantulan kristalnya, diantara bebatuan yang menonjol menjulang. Ada bukit dan gunung yang mempertontonkan lekukan seksinya dalam balutan hijau pepohonan. Ada sawah dan ladang terhampar luas yang seolah menari riang diterpa cahaya. Dan ada para pengendara yang sibuk berlalu lalang mengejar apa yang mereka sebut rumah dan kebahagiaan. Jauh di barat sana, matahari sudah bersiap melambai, berpamit untuk pergi. Memamerkan bentuknya yang bulat sempurna, jingga keemasan. Tidak ada satupun kecantikan di muka bumi yang sanggup menyaingi indah dan bahagianya matahari bundar meneduhkan, di sore hari

Minimalist Trip #1: Prapat - Balige - Porsea

Image
Berkunjung ke Sumatera Utara rasanya tidak lengkap jika belum ke Danau Toba. Seperti yang diceritakan, dunia seperti kiamat ketika Danau Toba terbentuk, dan bagi para pemikir akan membaca betapa dibalik sebuah bencana mahadahsyat, terbentuklah panorama yang teramat indah. Sangat indah untuk dipuja dalam kata. *** Kultur Orang Batak sudah lama menempati posisi spesial dalam hati saya, karena perilaku mereka yang cenderung percaya diri dan berkarakter membuat saya selalu senang bergaul dengan perantau-perantau Batak semasa kuliah dulu. Pertama kali saya berkesempatan menginjakkan kaki di Tanah Batak, yaitu satu tahun yang lalu, saya langsung jatuh hati dan memutuskan untuk ingin kembali lagi. Keinginan saya tersebut terkabul setahun kemudian, ketika perusahaan yang sama meminta perusahaan konsultan tempat saya bekerja untuk melakukan penilaian di areal berbeda. Meskipun masih dalam cakupan kabupaten yang sama. Kembali terbang ke Bandara Silangit, menyaksikan julangan bukit-bukit

Konsep Sederhana Minimalism

Image
Baru saja saya tertidur pada pkl satu dini hari setelah membaca artikel tentang Polyphasic sleep sebelum tiba-tiba terbangun pada 1.20 oleh entah apa. Hanya saja, seolah membuktikan artikel yg baru saya baca, saya sudah sangat segar dalam dua puluh menit terlelap barusan. Polyphasic Sleep Society adalah orang-orang yang hanya tidur dua jam setiap harinya. Selebihnya mereka menggantungkan istirahat pada naps atau tidur siang dalam rentang waktu: dua puluh menit setiap dua jam. Alasannya, dengan waktu sesingkat itu, tubuh akan cepat memasuki fase REM ( Rapid Eye Movement ). Fase itulah yang membuat orang beristirahat dan menyegarkan fungsi-fungsi organ tubuh. Lewat dari fase itu, adalah fase regenerasi sel yang (katanya) tidak begitu dibutuhkan namun baik jika dilakukan. Artinya, saat saya tertidur pada rentang waktu pkl 1.00 - 1.20, saya sudah langsung memasuki fase REM. Bangun pun mata sudah kembali segar dan tubuh sudah normal. Saya sebetulnya bisa melakukan apa saja saat ini, (

Batak Land

Image
Menggali memori di Tanah Batak, seperti tidak habis cerita membahas masa lalu. Rumah jaman dulu, mobil jaman dulu, hutan jaman dulu. Semakin dibahas saya semakin tenggelam mendengarkan. Antusias bertanya jika pencerita mulai terdiam. Termasuk ketika kita dipanggil masuk ke dalam rumah Pengasingan Bung Karno semasa di tahan oleh Belanda, pasca kemerdekaan. Rumah yang terkenal angker. Rumah yang konon hanya boleh ditempati oleh para pejabat tinggi. Pun pada saat kami datang, sedang ada seorang asisten bupati yang sangat ramah menyambut dan mempersilakan kami naik ke lantai atas. Silakan berfoto, hanya saja foto itu tidak diperkenankan tampil di media sosial. Begitu pinta penjaga rumah. Ia menceritakan sejarah bagai pendongeng mendongeng untuk anak-anak. Untuk sesaat saya membayangkan jalanan aspal ini belum ada. Rumah-kios belum se ramai dan se rapat ini letaknya. Hamparan luas sayur mayur, padi, cabai dan tomat terbentang dimana-mana. Sang Presiden menempuh jalan darat menggunakan mob

Nagori Seribu Dolok

Image
Matahari sudah tenggelam separuhnya saat kami meninggalkan Bukit Simarjarunjung. Menyisakan semburat jingga keemasan di balik bukit Tigarasan. Danau Toba masih jelas terpampang di hadapan kami, biru dan tidak terganggu. *** Alunan musik lagu lama, kesukaan bapak usia tiga puluhan si pemilik mobil, mengalun pelan di dalam mobil berisikan lima orang. Sengaja berdesakan, tiga orang di bangku tengah, biar hangat katanya. Saya duduk di sebelah Pak Sopir yang sedang bekerja. Mobil kami melaju kencang menembus jalan kecil berkelok-kelok yang dipenuhi pemandangan Danau Toba, nyaris di sepanjang jalan. Hingga matahari tidak lagi menyisakan jejak, turunlah hujan. Perlahan namun pasti, hujan kian menderas. Tak ayal kami pun kedinginan, karena ac di dalam mobil harus dinyalakan agar kaca mobil tidak berembun, padahal sedari kemarin yang digunakan hanyalah penghangat mobil. Karena meskipun tidak hujan, suhu di luar bisa mencapai 20 derajat celcius. Mulailah kami tertawa. Salah seorang berke

Rumah

Image
" Observe nature, and let it teach you the art of patience.."  *** "A man with no home, carries much baggage"  *** Pergi ke Lumban Ruhap, Lumban Rau Barat dan Lumban Rau Selatan hari ini dikawal oleh empat pengawal muda. Mereka adalah karyawan perusahaan yang menjadi klien kami kali ini. Melewati jalanan sempit berpasir yang hanya cukup untuk satu mobil karena di sebelah kiri ada tebing, dan sebelah kanan jurang lebar menganga. Hujan dan mendung mewarnai perjalanan yang dipenuhi oleh senandung lagu-lagu Batak, dan candaan khas Batak. " Ah, kalau masih pacaran itu, kalau jatuh dibilangnya 'hati hati dong sayang'. Coba kalau sudah menikah, 'matamu kau tarok mana itu! pake lah!!" ujar salah seorang karyawan dengan logat Batak kental. Percakapan selanjutnya bergulir, berputar mengenai betapa mereka menyesal telah menikah, karena tidak lebih bahagia ketimbang waktu masih pacaran. Energi kami masih banyak pagi itu. Bahkan siang pun, set