The Minimalist




Did you find that life.. is getting more complicated lately? 
Bunch of stuff. Clutter in the house. Busy schedule. too many food wasted. Restless mind. 
When we're too busy with the job, our mind wander from one task to another, yet we forget to live the day and let it slipped away. All the things inside our mind is just the unfinished task from work, or the anxiety of how life will be tomorrow. 
Kegelisahan, kecemasan, stress, dan bermacam pikiran lainnya yang seringkali membuat kita sulit beristirahat. Study says that penyakit yang timbul pada fisik seseorang, kebanyakan disebabkan oleh gangguan emosi yang berkepanjangan. Itulah kenapa penting sekali bagi seseorang menjaga inner peace dan menjaga hidup tetap seimbang antara learning and earning, earning and happiness. 
***
Bagi pekerja, tentu tingkat kecemasan dan kegelisahan tertinggi ada pada tugas-tugas yang seolah tidak ada habisnya. Bertumpuk pekerjaan, deretan email untuk dibalas, dokumen-dokumen untuk di review, dan telepon yang berdering sepanjang waktu.
Atau ibu rumah tangga, dengan segudang pekerjaan rumah yang harus diberesi, sembari menemani, mendidik, dan membuat bahagia anak serta pasangan. Memastikan rumah tetap bersih dan makanan selalu terhidang di meja. Belum lagi tetangga yang terkadang komplain pada hal-hal kecil namun cukup time consuming.
Bisa jadi juga kegelisahan seorang sarjana muda. Mencari pekerjaan di jaman serba bersaing seperti ini tentu bukan hal mudah. Barisan antrean job fair harus dilalui. tahapan seleksi yang cukup membuat harap-harap cemas harus ditempuh. Belum lagi macet ibukota yang harus diperhitungkan dengan akomodasi transportasi sesuai kantong.
Lalu kita semua gelisah, apakah yang dilakukan sudah cukup baik? Apakah hasilnya memuaskan? Bagaimana dengan hari esok? Apa yang akan saya lakukan jika gagal? Rencana cadangan apa yang bisa saya gunakan?
on.. and on. Rasa cemas dan gelisah, yang seringkali membuat orang merindukan kedamaian.
Apa hubungannya Minimalism dan menjadi seorang Minimalist dengan kegelisahan yang disebut-sebut tadi?
***
Saya menemukan prinsip Minimalism setelah mengobrol dengan dua orang kawan di kedai kopi waralaba di Jakarta. Saat itu saya sedang berada di fase bimbang, ketika mendapati bahwa pekerjaan saya tidak begitu bisa membantu orang banyak. Saya bekerja sebagai konsultan, yang bertugas mengunjungi daerah-daerah terpencil yang dikelilingi oleh perusahaan perkebunan. Menyaksikan sendiri kesenjangan sosial yang terjadi disana, membuat saya ingin melakukan sesuatu bagi masyarakat yang saya datangi.
Di tengah kebingungan - akan melakukan apa - itulah saya bertemu dengan dua orang kawan, untuk berdiskusi santai dan sekedar melepas penat bertanya kabar. Salah satunya adalah founder dari Organisasi Our Root Institute - organisasi yang mempelajari kearifan lokal dan encourage orang-orang muda untuk kembali ke kebaikan alam- dan yang satu lagi, mantan karyawan di perusahaan Arsitek dan design di Hong Kong yang tengah melanjutkan studi masternya di MIT.
Mereka menyarankan beberapa hal yang mungkin bisa saya lakukan terkait kebingungan ini. Tapi ada hal lebih besar lagi rupanya, yang menjadi akar dari kebingungan saya. Yaitu anxiety. Rupanya saya cemas akan banyak hal, Pertanyaan-pertanyaan klasik yang biasa dilontarkan oleh perempuan berusia dua puluh lima seperti saya.
"Coba baca bukunya Marie Kondo, The Life - Changing Magic of Tidying Up" dan sejak itu, saya mulai browsing mengenai keajaiban decluttering, dan menemukan prinsip hidup minimalist. 
***
Prinsip Minimalism berdasarkan pada benda-benda disekeliling kita yang hanya memancarkan kebahagiaan. Lihat begitu banyak orang - termasuk kita sendiri - yang hidup dikelilingi dengan benda-benda dari masa ke masa. Tidak banyak dari benda itu yang sebetulnya berguna bagi kita, kecuali sebagai penyimpan kenangan.
Minimalism akan meminta kita untuk melepaskan ikatan secara perlahan dengan benda-benda yang tidak lagi berfungsi dalam keseharian, dan juga tidak memancarkan kebahagiaan, agar kita hanya fokus pada benda yang membuat kita bahagia.
Sebagian orang akan melampiaskan kegelisahan dengan memberesi rumah. Kenapa? Karena rumah yang rapi dan tertata akan lebih memudahkan seseorang untuk berpikir dan mencari jalan keluar. Minimalism tidak hanya sampai di re-organizing tapi juga eliminating. 
Ada perasaan lega tersendiri ketika kita berhasil menyingkirkan sebagian barang-yang sudah tidak terpakai lagi. Yang itu bukan hanya bermanfaat untuk memperluas ruang gerak, tetapi juga memberi kesempatan pada benda-benda itu untuk dimanfaatkan oleh orang lain yang membutuhkan.
Sampai disini mungkin sebagian orang masih akan bertanya-tanya, apa hubungan nya stress karena pekerjaan dengan menganut prinsip minimalism. dan saya akan menjelaskan secara bertahap, karena saya pun masih dalam fase mencoba berjalan sebagai seorang minimalist. .
Kuncinya bukan terletak pada awal kita memberesi barang-barang dan memilah mana yang tetap tinggal serta mana yang untuk di donasikan/di jual. Tetapi ada pada maintaining gaya hidup minimalist, ditengah-tengah dunia yang serba konsumtif. Ketika tren, mode, dan segala bentuk konsumerisme ada disetiap sudut mata.
Jika anda tertarik untuk melanjutkan, maka saya pun akan berusaha untuk mengupdate blog ini setiap minggu, pada tahapan-tahapan yang telah, akan, dan seharusnya kita lewati bersama.

Comments

Popular posts from this blog

June!! (Again)

Warteg Anugerah

Something to Look Forward to