Aku sudah mati. Aku tahu aku sudah mati, karena aku bisa melihat tubuhku sendiri. Terbujur kaku di sana, diratapi oleh.. tunggu.. di mana Anita? Maria? Jason? Mana mereka? Kenapa malah hanya ada Diana? Kenapa malah si Andi yang ada di situ? Di mana sahabat-sahabatku? ‘Hei’ seseorang menepuk bahuku pelan. Aku menoleh. Tania! Aku ingin berteriak tetapi tidak ada suara yang keluar dari mulutku. Tania, sahabat kecil ku yang meninggal saat kami baru berusia lima tahun. Aku memeluknya erat. Wajahnya berbeda sekali sekarang, sangat cantik, putih berseri. Semestinya aku tidak mengenali dia lagi, tapi entah mengapa aku tahu dialah Tania. Tania tersenyum lembut, memelukku erat. Dia menggamit lenganku tak lama setelah melepas pelukan. ‘Tunggu’ aku ingin memberi isyarat, karena tidak ada kata yang bisa keluar dari bibirku. Aku ingin melihat orang-orang itu sekali lagi. Ingin tahu siapa saja yang sedih karena aku tinggalkan. Tania menggeleng pelan, sorot matanya seolah berkata, tiada guna aku memat
The goal is to live a life with no regret