Pukul setengah dua belas malam saya masih membenahi isi kulkas. I live alone, but surprisingly the fridge is full. Filled with leftover food in containers and fresh fruits and veggies. I have to cut some of the fruits and stack it in container just to make room for my other leftover container food. I don't like cutting fruits and keeping it in a storage, I believe they don't like it and thus will lessen their nutrition. Tapi ya mau gimana lagi.
Pukul setengah satu semuanya baru selesai, beresin dapur, siapin untuk juicing besok, cuci muka dan skincare, dan rebah di kasur. Barulah saya ingat, botol-botol belum di sterilin.
So this morning I woke up before five, do my morning routine, and start juicing. Started by sterilizing the baby bottles while brewing some coffee, and re-heating some of the leftovers. Ada bolen keju kecil yang ga ada isi pisangnya masih nyisa di kulkas.
Daan semua itu saya lakukan disertai suara hujan deras. God I love rain! I really love rain.. bangun dengan suara hujan dan sekuat tenaga menguatkan hati biar ga selimutan lagi.. I'm feelin like an adult already. Mungkin bagi kalian ini biasa, tapi bagi anak yang sukanya semau hati sendiri, ini luar biasa. Buat saya ini pencapaian and I am so proud of myself. Ternyata.. apa yang orang itu pernah katakan bahwa I'm not a mom material, I can prove him wrong.
Tapi ada yang bikin sedih.
Semalam sebelum tidur, setelah nulis tulisan sebelumnya, saya dengar ceramah Aa gym yang cuma lima belas menit dan judulnya pas dengan apa yang baru saya tuliskan kemarin. Judul ceramahnya; Kepahitan yang menyelamatkan. Tentang musibah-musibah yang menimpa kita di dunia, padahal sebetulnya itu mendekatkan diri kita kepada-Nya dan itu bukan petaka sama sekali. Persis seperti post script saya, yang bersyukur pada apa-apa yang membuat hidup menjadi tidak nyaman, karena dengan begitu kita jadi tidak cinta amat sama dunia.
Yang bikin sedih adalah bagian syirik alias menduakan Tuhan. Mungkin kita memang tidak menyembah berhala. Kita memang solat, puasa, zakat, dan berislam. Tapi siapa yang tahu apa yang bertengger di hati kita yang menjadi motivasi melakukan semua itu. Pujian orang? Karena ingin terlihat Islami? Atau.. karena menginginkan seseorang dan ingin selalu dekat dengan orang itu maka meminta-minta Allah supaya didekatkan dengan dia. Biasanya kita tidak sadar jika sedang terus menerus memikirkan seseorang, tidak sadar telah menjadikan orang itu sebagai alasan kita melakukan semua hal dalam hidup, dan itu ternyata sudah bentuk menduakan Tuhan.
Bahkan ketika kita benci pada orang pun, lalu orang itu terus menerus ada di pikiran kita, dan kita solat sambil memikirkan dia dan meminta Allah agar melakukan sesuatu padanya, itu juga.. mungkin.. sudah bentuk menduakan Tuhan.
Rapuh ya.
Hubungan keimanan itu memang sangat rapuh. Kita tidak pernah bisa tahu, jangankan orang lain, diri sendiri pun kadang sering salah niat. Tidak perlu sibuk memperbaiki akidah orang lain, kalaupun mau menebarkan Islam, tebarkan dengan perbuatan dulu. Biarkan orang-orang yang memang mengenyam pendidikan di bidang itu saja yang berbicara. Walaupun sekarang semua orang bisa berpendapat, usahakan kita tidak ikut-ikutan. Kalau kita bukan lulusan sekolah keagamaan, tidak membaca lebih dari lima ratus buku tentang agama, apa yang kita pelajari langsung dipraktekkan saja. Nanti begitu sudah yakin, baru diajarkan ke orang lain yang bersedia mendengarkan, itupun hanya seputar yang sudah dipraktekkan saja.
Mudah-mudahan, dari rahim kalian lahir generasi yang mengerti caranya menyeimbangkan kehidupan beragama dengan mengejar dunia, bertoleransi tapi berprinsip kuat, dan menyebarkan Islam dengan perbuatan, bukan dengan teriakan.
***
Bogor, February 7 2021
06.00 am
Comments
Post a comment