I’ve planned a script in my head since I read the text addressed to me, and it was a complaint about my product.
But I need to write it in my comfortable writing-place: bedroom. Tapi sayang sekarang lagi banyak nyamuk jd kamar mesti disemprot dulu. Nungguin hampir sejam sampe baunya ilang ternyata keburu ngantuk. So I think, I might as well write it here with my phone, just to leave a trace.
I will remember today as HSL’s first time entering real world. Ibarat kalo anak, ni udah mulai TK. Mulai kenal yang namanya dunia luar, dan bukan cuma di lingkaran terdekat saja.
Saya juga pernah tulis di sini, agak takut kayaknya ketika terlalu terbiasa dikelilingi pujian. Apapun yg saya lakukan, semua orang mengapresiasi dengan baik. Tapi itulah tantangan terberat untuk detaching the heart from mundane things. Biar jangan terlalu melayang dan terbiasa dengan pujian, sering-sering napak walau kadang bablas juga.
Komplain itu datang dari pelanggan pertama yg berkirim jarak jauh menggunakan jasa kurir. Selama ini sy sangat protektif terhadap bayi-bayi ini dan selalu menolak pesanan ke luar Bogor. Kalaupun saya iyakan, saya sendirilah yang mengantar, dengan segala perlengkapan yang ada untuk memastikan mereka tetap nyaman di perjalanan.
Tanpa berpikir dua kali, tanpa membantah apalagi meminta kirim bukti, saya langsung tawarkan untuk pengiriman ulang. Saya langsung mengirim pesan ke kurir yang kemarin mengantar, minta booking waktu untuk pengantaran besok. Tanpa buang waktu juga saya langsung chat tukang buah yang bisa delivery ke rumah, karena walaupun tangguh, berkomitmen kuat, dan resilience, saya tetap hanya seorang perempuan biasa yang ingin jadi solihah dengan tetap tinggal di rumah (red: mager ke luar).
All set, chat dengan customer itupun diakhiri walau dia tetap menolak untuk dikirimi produk ulang.
***
Makanya inilah kenapa success story itu selalu dimulai dengan cerita kegagalan. Romantis sih memang menceritakan kegagalan. Seolah-olah dengan memaparkan tentang serangkaian pain itu membuat kita pantas untuk gain yang dipertontonkan.
Padahal,
Fase melewati pain itu, bagian sengit nya itu adalah saat hati tertusuk kata-kata pedas seperti “saya buang semua” dan yang terbayang di kepala adalah bayi-bayi saya dibuang semua. :’)
Pingin nangis ya.
Tapi bagian itu pasti ga ada apa-apanya kalau di share. Orang ga akan bisa ikut merasakan seperti apa hancurnya perasaan membaca kalimat itu. Nangis pun jadi gak bisa, walau ingin, saking sakit hatinya.
Ada kan jenis emosi yang saking udah full nya emosi itu sampe yang terekspresi justru sebaliknya?
Kayak ngakak se ngakak ngakaknya tapi emoji yang dipake justru nangis..?
Ya seperti itulah hancurnya perasaan ketika membaca kalimat tadi. Sedih, tapi gak bisa nangis.
Cuma saya tetap bersyukur juga ada orang mau kasih feedback. Penting sekali. Walau jangan diminta-minta juga kalo belum siap.
Makanya saya tandai hari ini, sebagai hari di mana HSL mulai beranjak dewasa. Mulai jadi anak TK dan mulai punya teman main.
***
Bogor, 20 Desember 2020
Belum lagi nanti soal sindirian sustainable. Saya juga gak sustainable2 banget gaya hidupnya. Baru sebatas meminimalisir plastik dan gak composting doang. AC masih pake, menstrual pad juga masih pake. Belum berani bo pake menstrual cup, walau katanya ada juga yg ukuran buat yg masih virgin nya.
Tapi ya ga apalah. One step at a time. Yg penting nanti kalo ditanya, bisa bilang di depan Allah “niat saya begini Ya Allah, dan usaha saya seperti ini. Semoga bisa diterima dengan baik”.
Comments
Post a comment