Kemana perginya benda yang masuk ke dalam black holes?
Jika semua yang ada di semesta ini terbatas, mengapa black hole seolah tak berbatas?
Mengapa benda-benda itu seolah hilang dan tidak akan pernah kembali lagi?
Apakah black holes adalah pemisah dimensi?
Bagaimana dengan pikiran?
Kenapa manusia sering sekali terjebak dalam masalah yang itu itu lagi, tidak berubah meski waktu bergulir kesana kemari?
Apakah black holes sejatinya adalah rupa fisik dari pikiran semesta, yang jika terperangkap tidak lagi menemukan jalan keluar?
***
Sejak mendengar kabar tentang eyang tiga hari lalu, perasaan saya jadi campur aduk. Antara limbung ingin pulang, ingin melihat dia secara langsung, tapi juga pergerakan terbatas dan pekerjaan tak terbilang banyaknya. Saya bingung, kepala serasa mau meledak karena mendadak sudah November dan semua pekerjaan yang due di November belum ada yang tersentuh sama sekali.
Mendengar kondisi Eyang, hati saya hancur se hancur-hancurnya. Betapa di penghujung hidupnya, hubungan beliau dengan anak-anaknya tidak seromantis apa yang digambarkan film-film. Lebih hancur lagi begitu sadar bahwa hubungan saya sendiri dengan ayah saya, juga persis seperti hubungan mama dengan eyang. Kenapa? Kenapa seseorang cenderung untuk mengulangi pola dan kesalahan serupa orang tuanya?
Jika hidup adalah pola yang berulang, maka sebetulnya apa guna kita mengetahui pola-pola itu kalau toh tak terhindarkan? Untuk antisipasi? Untuk berhenti berekspektasi? Atau apa?
Kata orang cinta adalah bentuk perasaan paling tidak egois, selalu memberi tak harap kembali. Tapi nyatanya cinta juga adalah bentuk yang paling egois, seperti saya yang selalu egois meminta, berdoa, berharap, agar sebelum akhir hayatnya eyang pada akhirnya tahu dengan siapa saya akan menjalani sisa hidup. Setidaknya dia bisa bertemu dulu, walau tidak sempat menyaksikan kami menikah pun tak apa. Namun nihil, sekarang, sambil menulis ini, Eyang mungkin dibuat menunggu oleh sesuatu yang entah kapan, siapa, di mana kami bertemu, dan eyang sudah kesakitan. Maka saya coba mengganti doa saya, berusaha ikhlas untuk apapun yang terjadi, tapi tetap tidak bisa ikhlas karena pasti saya menangis. Apakah menangis adalah bentuk ketidakikhlasan hati? Kalau ikhlas kenapa menangis? Tapi Nabi Muhammad menangis waktu anaknya meninggal.. bukankah beliau juga ikhlas?
There are things in life that we always afraid of, and sadly, those are usually the ones that happened a lot.
I cry a lot these days, and the worst part is.. I dont even have time to mourn. I cry while typing, while sending emails, while chatting in whatsapp talk about business plan, the babies am about to raise.. I couldn't tell my mom if I cry because it'll torn her even more. I always wish for a better tomorrow, but I should be happy with whatever I have now. I have created a monster, living in busy life, hiding behind thick walls, doing nothing but working and have no chance for feelings. I'm too scared of losing eyang now.
***
Bogor, 2 November 2020
Comments
Post a comment