"Kenapa, kan sama dengan CUB?" ujar Bu Ela beberapa hari yang lalu setelah ku sampaikan betapa beratnya jika harus pindah ke CUA. Bu Ela, direktur keuangan yang merangkap HRD kantor adalah salah satu orang terdekat ku di kantor sekarang ini yang bisa kuajak berbagi cerita.
Sejak pandemi semakin membuat bisnis menjadi tidak menentu, board direksi memutuskan untuk menyudahi kontrak rumah Jl Ciremai Ujung No 17B atau yang kusingkat menjadi CUB dan menjadi istilah populer. Rumah itu milik Bu Ela, berdampingan dengan kantor kami yang kusebut CUA. Bedanya dengan CUA, CUB adalah rumah kosong yang seperti masih baru. Karena sejak kami pindah dua tahun yang lalu, semua dinding di cat bersih dan tidak ada bekas paku-pakuan.
"Aku suka dinding kosong, Bu.." ujarku pelan. Bu Ela maklum dan mengiyakan. Dia pun punya perasaan yang sama terhadap rumah lama dan rumah baru. Seperti sudah tersentuh banyak orang, begitu ungkapan yang dia gunakan untuk menggambarkan CUA.
Bulan November nanti sebagian tim di kantor akan resmi pindah ke Kantor LATIN (Lembaga Alam Tropika Indonesia), yang terletak di dekat Situ Gede Dramaga, dan berlokasi tersembunyi di balik hutan. Alasannya simpel; harga sewa yang jauh lebih murah. Kenapa lebih murah? Karena direktur utama kami adalah ketua yayasan dari lembaga tadi. Aku termasuk yang masih tersisa di kantor CU, dan kembali berkemas sebagaimana dua tahun yang lalu.
Masih tergambar jelas betapa leganya saat memasuki 2018, tahun di mana segala sesuatu bermula. Saat akhirnya aku memutuskan untuk pindah ke rumah ini, yang kubeli dua tahun sebelumnya. Terbebas dari segala bentuk hantu masa lalu, yang tergurat nyata dalam setiap peninggalan dan artefak di kantor CUA. Kantor CUB bagiku, seperti lembar baru sama halnya dengan rumah ini. Tapi sekarang tidak lagi.
Harus kuakui, untuk urusan lokasi dan geografis aku sangat tidak bisa biasa saja. Aku memilih berhenti dari tim project, karena setiap kali selesai menyambangi satu lokasi, pikiranku terseret terlalu dalam melihat semua bentang perbedaan yang ada antara ibu kota dan pelosok daerah. Kata orang aku terlalu lebay 'gitu doang dipikirin, Ma' ujar mereka terkekeh, aku pun biasanya ikut menertawakan diri sendiri sambil diam-diam membatin, apakah memang aku yang terlalu aneh, atau aku hanya salah tempat?
Kepindahan ke CUA nanti tentu akan membuka lagi lembar baru. Entah akan seperti apa 2021 nanti, membayangkannya saja ku sudah takut.
Tapi aku bersyukur, sepulang ke rumah masih bisa mendapati dinding kosong. Yang belum terpahat dengan ukiran apapun, atau tertempel pigura bergambar yang tersenyum membeku. Aku suka ruang kosong, yang jika melihatnya, memasukinya, memberiku ruang untuk mendengar pikiranku sendiri.
***
Bogor, 14 Oktober 2020
I miss my mom
Comments
Post a comment