"Aku merindu kamu. Di sudut kafe, di pojok kamar, di jalanan, dan di ruang-ruang kantor. Tidak sedetik pun pikiran tentangmu lepas dari sini. Isi kepala yang dipenuhi bebayangmu sudah menjadi santapan sehari-hari. Semula aku pikir itu bahagia, lambat laun itu membuat sesak. Terlebih jika kubayangkan kau tengah bermesraan dengan orang lain kini. Atau lebih parah, dan ini yang ku amit-amitkan selalu di dalam hati; melihatmu berdiri di pelaminan bersama orang lain. Aku tidak mau. Sungguh aku memohon pada Tuhan, aku tidak mau. Pun kalau itu terjadi, aku ingin diberi kekuatan yang berlipat ganda dibanding dengan yang kumiliki saat ini. Aku tidak mau. Aku takut.
Tapi nampaknya Tuhan pun masih belum ingin memberikanmu untukku, masih ingin memberikan ruang sendiri bagiku dan bagimu, agar kita bisa saling memenuhi diri masing-masing, agar menjadi utuh sebelum bersatu. Padahal aku ingin.. ingin sekali.
Ingin selalu duduk di sampingmu, melihatmu mengguratkan garis demi garis dalam layar yang sedang kau kerjakan itu. Mungkin sesekali menyuapi dengan potongan-potongan buah kesukaanmu, atau sekedar menyeduh coklat hangat untukmu. Aku tahu apa makanan kesukaanmu, dan aku habiskan waktuku mempelajari resepnya. Aku mencintaimu, jauh sebelum aku mencintai diriku sendiri.
Mengenalmu membuatku belajar menemukan diriku. Mencintaimu membuatku belajar rasanya mencintai diriku. Kamu, membawaku pada diriku sendiri. Kamu, dan sejumlah misteri yang selalu kau bawa kesana kemari. Bisakah kau berhenti, melintas di dalam pikiranku? Tolonglah, aku lelah."
Nada menutup layar laptopnya pelan. Menarik napas panjang, sebelum akhirnya memutuskan untuk berkemas. Raj yang berjanji akan menemuinya tidak kunjung datang. Nada tidak mengerti, lelaki India itu tidak pernah berhenti mengingkari janjinya. Tapi yang lebih Nada tidak mengerti lagi adalah kenapa ia terus menerus mempercayainya.
Cerita fiksi yang tengah ia tulis belum setengah jalan, namun ia sudah bosan duduk menunggu di kafe yang sama sejak pagi. Sudah tiga gelas kopi dihabiskan, dan itu cukup membuat jantungnya berdebar tidak karuan. Nada melangkah gontai keluar kafe.
“Nada!” panggil seseorang dari kejauhan. Raj. Nada mendengus kesal, wajahnya ditekuk. Raj berlari-lari kecil menuju Nada.
“You’re late!”
“I’m terribly sorry, sweetie. I was in a meeting, and..”
“Okay, enough. This isn’t your first time, and I’m sick of your excuses. Now if you would excuse me,” Nada mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk meninggalkan Raj, laki-laki India yang ketampanannya melebihi Sahruh Khan. Nada tahu titik lemahnya, yaitu jika Raj sudah meminta maaf, memelas dengan wajahnya yang manis itu. Tapi tidak untuk kali ini, dan kali esok, dan seterusnya. Nada ingin berhenti. Menunggui Raj, menelan mentah-mentah alasannya tiap kali ingkar, Nada ingin menghentikan itu semua. Dia bukan opsi, dia bukan pilihan kedua yang bisa ditemui jika Raj sedang bosan dan senggang, dan tidak tahu bagaimana menghabiskan waktunya. Biar bagaimanapun, Nada ingin dinomor satukan. Ingin menjadi yang pertama.
“Honey, please.. listen to me.”
“No! You listen!” Nada melepas genggaman tangan Raj dengan kasar, berdiri menghadapnya di trotoar jalan yang dilalui orang “I’m done, okay. I’m done waiting for you, for hours and hear nothing from you but excuses. I’m done with your sweet words which you never keep. I’m done!”
Nada melangkah menjauhi Raj yang dengan cepat meraih tangannya kembali. Ditariknya tubuh Nada mendekat, sampai jarak mereka tinggal satu langkah. Raj memamerkan wajah memelasnya yang ia tahu tidak akan pernah bisa ditolak oleh Nada. Namun di luar dugaan, Nada justru menghempaskan lengan Raj sekuat tenaga, membalikkan badan, dan melangkah menjauh.
“Nada! Please!” Nada tidak menggubris. Dia terus berjalan. Dari belakang, dia tahu Raj masih mengejar.
“Nada, please. Wait, I can explain.”
“With what? meeting?”
“Actually, it’s my wife..”Raj berkata pelan. Telinga Nada makin panas mendengarnya “she’s in the hospital, and I have to wait until the doctor came in..”
“Actually, it’s my wife..”Raj berkata pelan. Telinga Nada makin panas mendengarnya “she’s in the hospital, and I have to wait until the doctor came in..”
“You said you don’t love her!”
“I do.. I mean.. I don’t..” Raj gelagapan. Nada semakin kesal.
“Enough! I’m sick of being your number two. I wanna be your number one, once and for all. Like what you promised me. Can you do that? Because if you can’t.. never call my name ever again!”
***
Comments
Post a comment