“Kita menghilang saja”
“Kemana?” Tukasku cepat, hal-hal misterius memang selalu membuatku antusias.
“Entah” ujarmu sambil mengangkat bahu, memandang lurus ke depan. Aku mengikuti arah pandanganmu.
Benteng tua berdiri kokoh di hadapan kita. Tegak seolah tidak pernah tertembus peluru meriam ratusan tahun lalu. Bau tanah basah sehabis hujan mengisi ruang terbuka, yang kita hirup dalam-dalam.
“Kita pindah ke satu kota, tanpa mengabari sanak saudara. Toh mereka tidak akan bertanya. Cukup kabari orang tua, dan berpesanlah untuk tidak memberitahu pada siapa-siapa” ujarmu setelah hening beberapa saat.
Aku memenuhi rongga dengan aroma tanah basah. Mencoba berpikir tenang, jangan terlalu antusias.
“Ide bagus..” ujarku pelan “aku sudah muak dengan semua di sini. Kebohongan yang sama, pembenaran yang sama. Ketidakdewasaan yang mengungkung dan menuntut ku untuk selalu menjadi anak kecil” tanpa sadar aku mengepalkan tangan. Geram.
Kamu mengalihkan pandangan ke arahku. Menatapku dengan tatapan lembut yang aku paham sekali apa maknanya. Sesaat hening kembali menyapa. Kita berkomunikasi dalam senyap lewat tatap mata. Mungkin sudah begitu cara ruh berbicara.
“HAHAHAHAH”
Tawamu dan tawaku pecah membahana. Membangunkan sore yang tadinya syahdu menjadi bergembira.
Kita sudah sama-sama tahu., bahwa rencana itu adalah hal paling mustahil tuk dilakukan. Kau dan aku, kita punya reputasi yang begitu terjaga. Apik dan rapih, dan tidak bisa lepas dari sorot pasang mata. Menghilang hanyalah angan.
“Mungkin nanti..” ujarmu sambil menggenggam tanganku erat, kembali memandang benteng tua yang masih tegap menantang. Aku tersenyum mengangguk.
Ya.. mungkin nanti..
***
Percakapan ini hanya fiktif, karena jika sedang diam, kepala saya penuh dengan skenario-skenario percakapan atau adegan aneh yang kadang sayang untuk tidak dituliskan. Seperti halnya ketika saya berada di sebuah museum gelap, tanpa bisa dicegah saya membuat skenario horor seperti pintu yang mendadak tertutup, penjaga yang berubah menjadi pembunuh berdarah dingin, dan anggota tim yang satu persatu menghilang.
***
Jumat, 28 Desember 2018
Jayabaya, antara Bogor dan Surabaya
Comments
Post a comment