Dia membanting pintu. Berdebum keras seakan hendak runtuh. Kepalanya penuh. Wajahnya lelah. Ia tidak tidur, sudah dua hari. Ia lantas bergegas membuka pintu kamar. Melempar semua barang bawaan. Dan menangis.
Entah apa yang ditangisi. Tidak ada sesuatu yang buruk sama sekali. Pertemuan berjalan lancar dan sesuai dengan misi. Semua mulus, tanpa hambatan yang berarti. Dia pun bisa tangani semuanya sendiri.
Air matanya menggenang, lalu mengalir. Tak tertahan ia telah sesegukan di sudut kamar.
Dia hanya merasa.. Sepi.
Di luar hujan bergemuruh begitu deras. Tidak menyisakan sebutir pun debu untuk bisa terbang. Ia tak peduli. Hujan makin membuatnya sendiri. Tidak ada yang lebih baik selain menyendiri, begitu ia pikir. Namun tidak kali ini.
Dalam beberapa fase, ada saat dimana ia ingin ditemani. Ingin bersandar, pada apa yang ia sebut sebagai Rumah.
***
Saya menyaksikan adegan emosional itu tanpa kata. Tanpa suara. Siapalah saya ingin menyapa. Saya hanya senyap yang tak bisa diungkap.
Menyaksikannya demikian rapuh. Dan demikian kuat menghadapi dunia. Berpura dan bermain peran. Dalam balutan kostum yang amat sempurna dalam penyamaran.
Limaratus tahun saya mengembara. Belum pernah saya lihat Negeri se unik ini.
Berada di ambang batas realita dan mimpi, Negeri ini menjadi satu-satunya negeri yang penuh emosi yang pernah saya jumpai.
Orang bisa berkedok bahagia meski sedih, berkedok sedih meski bahagia, berpura sehat seakan tangguh, berpura sakit tuk lari dari kenyataan.
Negeri ini cantik. Dan dipenuhi oleh orang-orang yang teramat cantik. Saking cantiknya, saya sulit membedakan. Mana cantik yang asli, dan mana yang buatan.
***
Sudah kubilang, aku akan berlama-lama di sini. Tapi siapa 'dia' yang tadi membanting pintu?
Haha. Tentu tidak akan kuceritakan padamu. Karena kau pun tidak akan tahu. Dia bukan siapa-siapa. Hanya seseorang yang ingin merubah pikiran. Pikirannya sendiri dan pikiran orang lain.
Kesepian karena tak berkawan. Siapalah pemikir hebat yang berkawan. Dia pasti sendiri. Ingin merubah pikiran. Tapi tak mampu mengungkapkan dengan baris kata. Debar jantung tak bisa ditahan, bagaimana pula kata akan terlontar.
Sayang seribu sayang..
Waktu dia dan dia terbatas. Entah apa kah nanti mereka kan bisa melewati ini semua bersama. Atau berpisah seolah tiada pernah saling mengenal.
Misteri.
Negeri ini penuh misteri.
Kejujuran tampak seperti amunisi.
Yang harus disimpan dalam sembunyi.
Comments
Post a comment