Di balik topeng-topeng, tawa dan palsu. Kita semua bersembunyi. Menyembunyikan sepi, di dalam deru dan derai kalimat serta kata.
Sesekali berinteraksi, "Hei, lihatlah dia. Bahagia dan sempurna", seolah sempurna adalah kata yang tepat tuk gambarkan kebahagiaan. Padahal, kita tak pernah diajarkan tuk memandang wajah hanya dari tampilan luarnya.
***
Dia perempuan. Dia tangguh dalam laku. Dia indah dalam paras. Dan dia pandai dalam tutur.
Lembutnya menenangkan, siapapun yang melihat senyumnya yang menawan. Bahagia adalah miliknya, begitu ia berujar setiap pagi. Menjalani hari, yang tidak pernah sama lagi.
Saya berjalan di antara rak toko penjual buku. Sebuah sampul bertuliskan kisah remaja, menarik saya tuk membuka isinya. Api dan air. Dia yang periang, bersama dia yang dingin. Tampak serasi dalam untai kata, namun tidak dalam cerita nyata.
Faktanya, dia perempuan, yang tangguh dalam laku. Tidak bisa luluhkan dingin yang beku. Menatap dari jauh, sejauh apa yang ia bisa tahu.
Harap adalah senjata. Bagi dia perempuan yang tengah mendamba.
Jangan engkau jengah, karena Dia selalu mendengar. Setiap pinta yang kau panjat, dalam hening dan air mata.
Kita tidak pernah diajarkan tuk putus asa. Hidup tidak seremeh itu untuk dirasa. Jika pintu itu tidak membuka, masih banyak celah lain yang bisa kau terka.
Jika rumah yang kau cari, mengapa berdiam diri pada sebidang tanah gersang yang tak mau bergeming!
Dia perempuan, yang pandai dalam tutur. Membuat semua orang mengira, ia sedang berkata jujur. Tentang harap yang ingin ia kubur.
Kepada siapa semua ini berlabuh?
Jika boleh dia memilih, ingin dia bersandar pada dinding tegak dan dingin itu. Yang diam nya membutakan, serta melembutkan sikapnya yang angkuh. Jika boleh dia memilih, ingin ia pinta Dia tuk hadirkan karang saja. Meski tajam dan terjal. Yang entah kenapa telah memikatnya sejak pertama kali mereka bertatap.
Sepasang bola mata yang ia rindu, setiap simpul senyum yang dia kulum.
Dia perempuan, ingin bisa melembutkan karang itu. Meski bisa jadi, justru dia lah yang tengah berubah menjadi embun.
Saya hanya bisa menggelengkan kepala. Atas permainan semesta yang amat tak terduga. Segala hal bisa terjadi jika Dia sudah berkehendak. Namun manusia terlalu sibuk berencana dan takut jika tidak sesuai rencana. Menolak mengikut arus, namun tenaga tak sampai tuk berenang ke hulu.
Padahal, berpasrah dalam aliran bukanlah pilihan yang buruk-buruk amat. Ada seruling bambu, tertiup belaian angin, dan kupu-kupu, riang menari mencari madu. Sebagai pemandangan dalam perjalanan sembari menunggu arus mengantarkan kita ke tempat yang dituju.
Semesta punya cara sendiri tuk membuat insan nya bahagia. Terkhusus bagi mereka yang percaya. Jika rindu itu kau jaga, kelak suatu saat kita akan mengerti,. Bahwa inilah alasan, mengapa rangkaian itu terjadi.
***
Jika kau telah sampai pada ujung ikhtiarmu, melepaskan bukan hal yang buruk-buruk amat. Karena jika dia tidak paham kode-kodemu, bukan karena dia tidak mau mengerti. Tapi dia pura-pura tidak tau, sebab bukan engkau yang dia tuju (Senyum Syukur).
Comments
Post a comment