Work or broke. But don't let work make you.. be less human.
***
Seorang ilmuwan - psikologist dan statistikawan - mati bunuh diri. Teori yang ia cetuskan teramat kontroversial, dan berkat menonton ulang film Thor (Thor dan Thor: The Dark World) saya kembali diingatkan oleh betapa frustrasinya orang yang tidak dipercaya atas penelitiannya.
Banyak orang bisa gila karena bekerja, dan sebaliknya, bisa gila karena tidak juga mendapat pekerjaan. Seolah-olah bekerja adalah tujuan utama setiap manusia di muka bumi. Lahir, sekolah, lulus kemudian bekerja. Terlepas akan menikah atau tidak, bekerja dan memperoleh pendapatan adalah hal utama.
Tanpa sadar, kita seperti telah selling our soul to the company. Rela melakukan apapun agar dibayar sepadan, bahkan jika harus tinggal jauh dari keluarga sekalipun.
Semakin banyak seseorang bekerja, (biasanya) berbanding lurus dengan pendapatannya, dan (sayangnya) juga berbanding lurus dengan pengeluarannya. Saya tidak akan membahas contoh dari kehidupan orang lain, karena saya sendiri pun masih begitu, tidak peduli seberapa keras saya berusaha untuk mengendalikan keinginan consumerism.
Sedikit orang bertanya is it all worthy? ketika melakukan pekerjaan yang amat menyita waktu dan mengkorupsi waktu untuk berkeluarga. Akibatnya, keluarga hanya sebatas orang-orang yang share the house together, ikatan emosi tidak lagi sekuat dahulu ketika anak masih dikandung ibu, dan suami istri baru saja turun dari pelaminan. Padahal toh ujung-ujungnya kita semua akan mati, dan ketika mati.. satu-satunya doa yang sampai di belahan dunia lain itu, adalah doa dari anak yang sholeh.
***
Seorang ilmuwan - psikologist dan statistikawan - mati bunuh diri. Teori yang ia cetuskan teramat kontroversial, dan berkat menonton ulang film Thor (Thor dan Thor: The Dark World) saya kembali diingatkan oleh betapa frustrasinya orang yang tidak dipercaya atas penelitiannya.
Banyak orang bisa gila karena bekerja, dan sebaliknya, bisa gila karena tidak juga mendapat pekerjaan. Seolah-olah bekerja adalah tujuan utama setiap manusia di muka bumi. Lahir, sekolah, lulus kemudian bekerja. Terlepas akan menikah atau tidak, bekerja dan memperoleh pendapatan adalah hal utama.
Tanpa sadar, kita seperti telah selling our soul to the company. Rela melakukan apapun agar dibayar sepadan, bahkan jika harus tinggal jauh dari keluarga sekalipun.
Semakin banyak seseorang bekerja, (biasanya) berbanding lurus dengan pendapatannya, dan (sayangnya) juga berbanding lurus dengan pengeluarannya. Saya tidak akan membahas contoh dari kehidupan orang lain, karena saya sendiri pun masih begitu, tidak peduli seberapa keras saya berusaha untuk mengendalikan keinginan consumerism.
Sedikit orang bertanya is it all worthy? ketika melakukan pekerjaan yang amat menyita waktu dan mengkorupsi waktu untuk berkeluarga. Akibatnya, keluarga hanya sebatas orang-orang yang share the house together, ikatan emosi tidak lagi sekuat dahulu ketika anak masih dikandung ibu, dan suami istri baru saja turun dari pelaminan. Padahal toh ujung-ujungnya kita semua akan mati, dan ketika mati.. satu-satunya doa yang sampai di belahan dunia lain itu, adalah doa dari anak yang sholeh.
Comments
Post a comment