Semakin 'complex' hidup seseorang, semakin sederhana keinginan untuk dirinya. Minimalism, selain bentuk dari rasa syukur atas apa yang dimiliki saat ini, juga merupakan bentuk dari sedikitnya 'keinginan' yang dimiliki.
Yang saya maksud dengan 'complex' bukanlah sesuatu yang 'complicated' tapi lebih kepada - padat. Ya, padat. Padat akan pengalaman, pengetahuan, padat akan hal-hal yang dipahami tanpa kata, padat akan kesadaran,.
Jika seseorang sudah berada pada tahap ini, keinginannya terhadap kuantitas akan berkurang. Ia ingin kualitas. Ia ingin sesuatu yang beyond number. Ia ingin sesuatu yang tidak bisa diukur oleh alat hitung manusia.
***
Sore ini sepulang kantor saya mampir ke mall. Sesuatu yang belakangan kemarin lumayan sering saya lakukan sekedar 'melatih' kemampuan mengendalikan diri terhadap keinginan belanja impulsif. Saya berniat membeli sebuah tas, dengan kualitas. Selagi disana, saya tertarik pada dua buah tas yang akhirnya harus dipilih salah satu.
Tas pertama berwarna putih, nyaris polos dengan aksen garis emas pada bagian penutup, dan tas kedua berwarna hitam kecil mungil dengan tali yang juga ramping dan polos tanpa aksen.
Ketika saya memakai kedua tas itu secara bergantian, terdapat kesan berbeda pada tampilan saya untuk sepersekian detik. Ya, tas memang bukan pakaian. Tapi benda kecil itu bisa menaruh kesan yang lebih dalam dari seluruh kain yang seorang perempuan kenakan.
Padahal keduanya polos. Tanpa motif sama sekali. Tapi sanggup memberi impresi berbeda pada siapapun yang menyandangnya. Sesaat saya teringat 'selera' tas saya pada saat masih kuliah dan melarat. Tidak pernah sedikitpun melirik tas dengan merk ini, karena selain harganya mahal, juga tidak menarik.
Saat itu saya lebih memilih tas berbahan denim, dengan aksen artificial leather berwarna merah, dan resleting dimana-mana. Saat itu, saya lebih memilih kuantitas dibanding kualitas. Ketimbang tas mahal cuma satu, saya bisa beli tas yang lebih murah sebanyak dua atau tiga.
***
Semakin tinggi kesadaran seseorang terhadap 'value' maka semakin tinggi juga apresiasi nya terhadap produk yang bagus. Kemauan akan mengenal sebuah produk dan latar belakangnya.
Bangsa kita mungkin belum sampai pada tahap kesadaran 'carbon footprint' sedangkan bangsa lain sudah mulai mengembangkan aplikasi penghitungan jejak karbon sehari-hari.
Mungkin datangnya kesadaran itu dipicu oleh lingkungan mereka di sana sudah teramat mengkhawatirkan atau bisa juga karena mereka sudah amat tercukupi kebutuhannya sehingga bisa memikirkan hal-hal yang lebih dari sekedar mencukupi kebutuhan.
***
Semakin tinggi tahapan kehidupan seseorang, maka semakin sedikit keinginannya terhadap kuantitas, dan semakin tinggi tuntutannya terhadap kualitas.
Yakinlah ketika kita pursuing minimalism, maka kita akan sadar betapa selama ini kita telah dikelilingi oleh benda-benda dalam jumlah berlebih, yang kita beli karena murah harganya dan budget mencukupi untuk membeli lebih dari yang dibutuhkan.
Momen dimana kita mencoba melepas itu semua, melepas 'kelebihan' benda dan mempertahankan hanya yang memancarkan kebahagiaan, adalah tanda bahwa kita sudah sanggup tuk hidup secara minimalist. Secara sederhana.
Melepaskan, memberi manfaat pada ruang lain, memberi ruang untuk diri sendiri, dan tidak lagi bergantung pada 'benda' agar bahagia. The less you want, the happier you are.
Jika saya seorang anak kecil, dan ada seseorang bertanya apa cita-cita saya ketika dewasa nanti, maka akan saya jawab:
'Saya ingin menjadi orang yang tidak punya keinginan'
Comments
Post a comment